Jakarta, KabarHijau.com – Kementerian Lingkungan Hidup menegaskan bahwa Indonesia perlu segera memperkuat ekosistem ekonomi karbon guna mengejar target penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebagaimana tercantum dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC).
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurof, menjelaskan bahwa implementasi nilai ekonomi karbon (NEK) menjadi salah satu strategi penting dalam menekan emisi GRK. Indonesia telah menetapkan target penurunan emisi sebesar 31,89 persen dengan upaya sendiri, serta 43,2 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030. Selain itu, Indonesia berkomitmen mencapai nol emisi karbon atau net zero emission pada 2060.
“Di antaranya kita wajib sesegera mungkin membangun iklim penyelenggaraan ekonomi karbon melalui perdagangan karbon, pembayaran berbasis kinerja, dan pungutan karbon. Ketiga hal tersebut telah dimandatkan dalam Peraturan Presiden nomor 98 tahun 2021,” ujar Hanif, Senin (6/1/2025) seperti dilaporkan Antara.
Hanif menambahkan, penguatan perdagangan karbon menjadi salah satu prioritas untuk mencapai target tersebut. Langkah-langkah konkret yang diambil termasuk pengembangan Sistem Registrasi Nasional (SRN) yang lebih optimal dan pembahasan bersama Bursa Efek Indonesia terkait pendirian Bursa Karbon Indonesia (BKI).
“Perdagangan karbon dimaksudkan hanya untuk mencapai NDC, tidak ada selain itu. Artinya, dalam mencapai NDC, kita harus memiliki Sertifikat Pengurangan Emisi (SPE) yang sebagian digunakan untuk perdagangan domestik, sementara sebagian lainnya dapat diperdagangkan secara sukarela di tingkat internasional,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Hanif mengungkapkan bahwa Indonesia akan segera menyerahkan komitmen terbaru terkait penurunan emisi melalui dokumen NDC kedua kepada Sekretariat UNFCCC paling lambat Februari 2025. Dokumen ini akan menjadi rujukan untuk pengurangan emisi GRK pada periode 2031 hingga 2035.
Koordinasi Antar Kementerian untuk Pasar Karbon
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa pemerintah memiliki rencana strategis untuk memperkuat pengembangan aktivitas bursa karbon di Indonesia. Salah satu langkah utama adalah implementasi pajak karbon dan regulasi batas atas emisi (BAE) sektoral.
“Hal ini akan terus kami perkuat melalui koordinasi dengan berbagai instansi, termasuk Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Perhubungan,” ungkap Sri Mulyani dalam pembukaan perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2025, Kamis (2/1/2025).
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar, juga meminta dukungan pemerintah terkait kebijakan pajak karbon dan regulasi BAE sektoral untuk mendorong aktivitas bursa karbon. Ia menilai bahwa kedua langkah tersebut sangat krusial dalam mengakselerasi pengembangan pasar karbon nasional.
“Terkait implementasi pajak karbon dan regulasi batas atas emisi sektoral, hal ini penting untuk mendorong pengembangan bursa karbon di Indonesia,” kata Mahendra.
Langkah-langkah strategis ini diharapkan dapat mempercepat pencapaian target penurunan emisi GRK dan mendukung Indonesia menuju transisi energi yang berkelanjutan.
