Komunitas

Masyarakat Adat Filipina Harapkan Kredit Karbon Dapat Lindungi Hutan Mereka

527

Upaya Pemimpin Adat Melawan Deforestasi melalui Kesepakatan Kredit Karbon

Narlito Silnay, pemimpin adat Palawan, saat upacara penandatanganan perjanjian untuk mengembangkan proyek pembiayaan karbon di wilayah leluhur mereka. Palawan, Filipina. November 25, 2024. Conservation International/HO via Thomson Reuters Foundation

Manila, KabarHijau.com – Hutan-hutan di wilayah masyarakat adat Filipina di Palawan, yang dikenal sebagai benteng terakhir ekologi negara itu, semakin terancam oleh deforestasi dan degradasi lingkungan akibat pembalakan liar dan aktivitas pertambangan ilegal. Namun, beberapa pemimpin adat kini berupaya mengatasi ancaman tersebut dengan menarik investasi melalui skema kredit karbon.

Bulan lalu, dua wilayah adat dalam kawasan Mount Mantalingahan Protected Landscape seluas 97.000 hektare di Palawan menandatangani perjanjian dengan Conservation International dan Komisi Nasional Masyarakat Adat Filipina untuk mengembangkan proyek pendanaan karbon. Proyek ini bertujuan mengurangi deforestasi dan membantu masyarakat adat mengelola serta melestarikan hutan mereka secara berkelanjutan.

Menurut Panglima Norlito Silnay, pemimpin kelompok adat Pala’wan, masyarakat adat ingin memastikan bahwa konservasi jangka panjang ini tetap berada di tangan mereka tanpa campur tangan pihak luar yang hanya ingin mengeksploitasi sumber daya alam.

“Beberapa investor hanya ingin memanfaatkan dan menghancurkan hutan kami, bukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat,” kata Silnay.

Ancaman terhadap Hutan Adat

Kelompok adat Pala’wan bergantung pada alam untuk pangan dan mata pencaharian mereka. Namun, mereka menghadapi berbagai ancaman, seperti:

  • Pembalakan dan pertambangan ilegal yang merusak hutan dan lingkungan.
  • Perkebunan kelapa sawit yang menggusur lahan pertanian.
  • Perebutan lahan dan risiko perubahan iklim yang semakin memperburuk kondisi hidup mereka.

Meskipun kawasan Mount Mantalingahan memiliki status perlindungan, lebih dari 20% hutan pegunungan dan mangrove telah hilang akibat perambahan hutan selama dua dekade terakhir, menurut data Conservation International.

Tekanan terhadap lahan masyarakat adat juga semakin meningkat akibat permintaan global untuk mineral transisi energi, seperti nikel dan kobalt, yang banyak ditemukan di tanah adat. Hal ini disoroti dalam laporan State of Indigenous Peoples Address 2024 oleh organisasi Legal Rights and Natural Resources Center.

Kepemilikan Masyarakat Adat dan Kredit Karbon

Secara hukum, Filipina mengakui hak masyarakat adat atas sumber daya di wilayah mereka. Namun, banyak masyarakat adat masih kesulitan memperoleh sertifikat kepemilikan tanah adat secara resmi.

Melalui kesepakatan baru ini, dua wilayah adat di Palawan akan mengembangkan proyek yang mengukur dan memverifikasi jumlah karbon yang diserap oleh hutan mereka. Proyek ini juga menjadi inisiatif kredit karbon pertama di Filipina yang sepenuhnya dikelola oleh masyarakat adat.

“Kami hanya membantu mereka mengembangkan aset karbon dengan membangun kapasitas mereka untuk mengelola proyek ini secara mandiri di masa depan,” ujar Wilson Barbon, Direktur Conservation International Filipina.

Namun, proyek perdagangan karbon di Filipina masih menghadapi banyak tantangan. Sistem formal untuk menerbitkan kredit karbon bagi perusahaan yang menghasilkan emisi karbon dioksida masih belum dikembangkan oleh pemerintah.

Kredit karbon juga menuai perdebatan global, terutama terkait keabsahan proyek dalam mengurangi emisi gas rumah kaca serta risiko penyalahgunaan oleh perusahaan besar untuk terus mencemari lingkungan.

“Kami memahami ada kekhawatiran, tetapi alih-alih menghentikan sistem ini, kami berupaya memperbaikinya,” kata Barbon.

Masa Depan Konservasi dan Keberlanjutan

Proses negosiasi proyek ini memakan waktu delapan tahun sebelum akhirnya disepakati. Selama 25 tahun ke depan, masyarakat adat harus menjaga kelestarian hutan mereka melalui:

  • Edukasi masyarakat tentang perlindungan hutan.
  • Inventarisasi karbon dan zonasi lahan yang tepat.
  • Alternatif pertanian berkelanjutan untuk menghindari sistem ladang berpindah yang merusak lingkungan.

Hasil dari kredit karbon tidak akan langsung menghasilkan pendapatan bagi masyarakat adat hingga tahun depan. Namun, selama masa transisi ini, Conservation International akan membayar upah minimum bagi anggota komunitas yang terlibat dalam upaya konservasi.

Menurut Romel Ligo, seorang pendeta dan pemimpin masyarakat adat Palawan, proyek ini bisa membantu menyatukan pandangan di antara pemimpin adat yang sebelumnya berbeda pendapat mengenai cara terbaik melindungi sumber daya mereka.

“Kami ingin melindungi alam karena dari sinilah kami mendapatkan makanan, penghidupan, dan obat-obatan. Ini penting agar bisa diwariskan kepada generasi mendatang,” ujar Ligo seperti dikutip Context.

Kesepakatan ini diharapkan dapat menjadi model bagi proyek konservasi berbasis komunitas di Filipina dan mendorong pemerintah untuk mempercepat pengembangan kerangka regulasi terkait perdagangan karbon.

Sumber : Context

Exit mobile version